Ma’asyiral
Muslimin Rahimakumullah
الله اكبر
الله اكبر الله اكبر لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللّهُ وَ اللهُ اَكْبَر الله اكبر ولله الحمد
Maha
Suci Allah, yang telah menghimpun kita di lapang ini untuk mengumandangkan
kalimah thayibah di bumi persada yang kita cintai.
Maha
Kasih Allah, yang telah melembutkan kalbu sesama Mu’min untuk bersama-sama
memekikkan takbir, tahmid dan tasbih.
Maha
Lathif Allah, yang telah menanamkan pesan moral agar kita tampil selalu santun,
sebagai
.... اُمَّةً وَّسَطًالِّتَكُؤنُؤاثُهَدَاءَ
عَلَى النَّاسِ ....
....
umat pertengahan (adil dan pilihan) agar menjadi saksi atas perbuatan manusia
....
(Q.S. Al-Baqarah : 143)
Maha
perkasa Allah, yang telah mengumpulkan kita semua duduk bersimpuh menyatakan
diri selaku hamba Allah, berserah diri secara utuh hanya kepada Allah semata.
Satu tekad, satu tujuan, satu irama, serempak mengucapkan,
الله اكبر
الله اكبر الله اكبر لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللّهُ وَ اللهُ اَكْبَر الله اكبر ولله الحمد
Disini
kita bersimpuh takbir, sedang di belahan sana di tanah suci Mekah, terdengar
serempak suara talbiyah, tanda pasrah kepada Allah, Yang Maha Agung, Maha
Perkasa.
Bagi
kaum Mu’minin yang telah melaksanakan ibadah haji, tidak akan kering air
matanya, sekali pun terus menerus menangis, menyuarakan talbiyah.
لَبَّيْكَ اللهُمَّ لَبَّيْكَ
لَبَّيْكَ لاَشَرِيْكَ لَبَّيْكَ
انَّ الْحَمْدَوَالِنّعْمَةَلَكَ
وَالْمُلْكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ
Aku
datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah...
Aku
datang memenuhi panggilan-Mu
Tidak
ada sekutu bagi-Mu...
Aku
datang memenuhi panggilan-Mu
Sungguh
segala puji dan ni’mat hanya milik-Mu semata,
Demikian
juga kerajaan dan kekuasaan...
Tidak
ada sekutu bagi-Mu
الله اكبر
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Tiada
nada dan suara yang sumbang. Semuanya seirama, menunjukkan keteguhan kalbu dan
keyakinan, sekali pun suaranya memelas. Kalbu kita menjerit menyatakan rasa
pilu. Tiada kekuatan yang mampu mengimbangi kekuatan Allah swt.
اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى
الْمُلْكَ مَنْ تَشَــــــــــــاءُ، وَتَنْـــــــــــــــــــــــــــزِعُ
الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَــاءُ، وَتُعِزُّ مَنْ تَشَــــــــاءُ وَتُذِلُّ مَنْ
تَشَـــــاءُ بِيَــــــــــدِكَ الْخَيْرُ، اِنَّكَ عَلَى كُــّلِ شَيْئٍ
قَدِيْرٌ
Hari
ini kita mantapkan tekad untuk menjalin rasa, mengadu kepada Yang Maha Esa.
Kita tinggalkan sebentar kehiruk pikukan keseharian dalam berbagai kesibukan.
Sebentar kita tinggalkan, karena sekali waktu kita akan meninggalkannya untuk
selama-lamanya.
Dalam
suasana seperti sekarang ini tak ada lagi caci maki, tak ada lagi cercaan,
bahkan tak ada lagi upaya menghujat dan menyalahkan orang lain. Tak ada lagi
upaya memporak porandakan sendi-sendi kesatuan dan keutuhan bangsa. Yang terasa
sekarang pada kita semua berkorbarnya jiwa berkurban, mengikuti jejak langkah
Nabi Ibrahim a.s. beserta puteranya Nabi Ismail a.s., yang sangat besar
dampaknya bagi perilaku kita kaum Mu’minin.
Seringkali
orang salah duga, seolah-olah Islam identik dengan kekerasan, agresi, teror,
rasialis, kebiadaban, kebinalan, dan julukan lain yang negatif. Itu semua tidak
benar. Semangat qurban akan memanifestasikan perilaku taat secara utuh kepada
Rabbul ‘alamin, bersedia menyerahkan yang dicintainya kepada Yang Maha
Dicintai, mau mengamalkan semua perintah Yang Maha Dicintai dan mengikuti
ajaran Rasulullah saw. yang menjadi Rahmatan Lil ‘alamin. Semua orang merasa
aman dan memberikan rasa aman kepada sesamanya, penuh kasih sayang, tenggang
rasa, empati, proaktif, bersih dari curiga dan bikin onar.
Islam
agama yang kita anut melahirkan tatanan hidup yang sarat akan kedamaian, sumber
kemuliaan, penuh dinamika hidup yang kreatif, sumber inspirasi dalam mewujudkan
berbagai harapan.
Sebagai
bangsa, kita memiliki tujuan yang mulia. Kita dituntut berperan mendukung
ketahanan nasional dan pembangunannya. Kita tidak cukup sekedar menanam pohon
materil semata. Tidak cukup kita hanya memenuhi kantung perut manusia belaka.
Yang penting adalah agar kita berupaya menahan pohon iman dan taqwa guna
memenuhi laparnya ruhani. Kita tanam pohon materil yang sekaligus menanam pohon
ruhani, sehingga kita tumbuh utuh jasmani dan ruhani. Kita tampil sebagai
manusia yang bermoral tinggi, berdaya guna dan berhasil guna, bagi bangsa dan
negara Republik Indonesia, sesuai dengan tuntunan Allah swt.
الله اكبر
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Pada
hari ini jutaan Umat Islam di berbagai penjuru dunia merayakan Idul Adha atau
Idul Qurban. Setelah shalat, mereka memotong ternak qurban karena Allah swt.
Mendekatkan diri pada Allah swt., mengandung makna taat pada aturan Allah swt.
yang tidak sesuai dengan aturan Allah swt., tidak dapat disebut mendekatkan
diri pada Allah dan tidak dapat disebut berqurban. Ini berarti bahwa semangat
Idul Qurban mengandung makna kepatuhan tanpa reserve kepada Allah swt.,
dilandasi niat lebih mendekatkan diri kepada Allah. Qurban mengandung makna
menyerahkan yang dicintai, kepada Allah yang Maha Dicintai.
Sekiranya
kita berharta banyak, dan harta itu dibagikan, banyak berjasa atau banyak
karya, belum tentu telah berqurban. Mungkin baru tahap berkorban.
Mari
kita kutip berbagai contoh. Seorang shahabat Rasulullah yang bernama Abu
Burdah, menyembelih kambing sebelum shalat Idul Adha. Ia tidak termasuk
berqurban, akan tetapi baru berkorban. Ia menyembelih ternak sebagaimana
Rasulullah saw. lakukan akan tetapi waktunya tidak sesuai dengan ketetapan
Rasul.
Ummu
Qais, meninggalkan kota Mekah menuju Madinah karena terpikat seorang wanita
yang digandrunginya, ia tidak dapat disebut berqurban, karena memiliki niat
yang menyimpang.
Yang
berangkat ke Mekah sekedar ingin tahu Mekah, atau berpesiar atau dengan niat
dagang semata, belum dapat disebut berqurban. Seorang alim yang menyiapkan dan
menyampaikan khutbahnya dengan baik, belum dapat disebut berqurban selama ingin
disebut ulama, disebut sarjana. Atau orang yang mengeluarkan harta dengan niat
ingin disebut dermawan, tidak dapat dikelompokkan sebagai berqurban. Kesemuanya
itu hanya disebut berkorban.
Contoh-contoh
tersebut mengisyaratkan bahwa semangat qurban hendaknya diwujudkan dalam bentuk
kepatuhan akan aturan Allah swt., cermat dalam menggunakan waktu, dilandasi
niat kokoh agar lebih dekat kepada Allah swt.
Rasulullah
saw., mengisyaratkan bahwa orang yang mengabaikan hak Allah, berniat menceng,
akan terpuruk pada situasi serba galau. Beliau bersabda:
مَنْ اَصْبَحَ
وَالدُّنْيَااكْبَرُهَمّـِهِ فَلَيْسَ للهِ فِى شَيْءٍ اَلــْــــــــــزَمَ للهُ
اَرْبَعَ خِصَالٍ: هًمَّالاَ يَنْقَطِعُ اَبَدًا، وَشُغْلاً لاَ يَتَفَرَّغُ
مِنْــــهُ اَبَدًا، وَفَقْرًا لاَ يَبْلُغُ مُنَاهُ اَبَدًا،
وَاَمَلاًلاَيَبْلُغُ مُنْتَهَاهُ اَبَدًا.
Barang
siapa yang pada pagi hari, kehidupan dunia menjadi fokus utama, dan mengabaikan
hak Allah, Allah swt. akan menimpakan empat keadaan: (1) Bingung yang tak pernah
berhenti. (2) Sibuk yang tiada henti-hentinya. (3) Kebutuhan yang tidak pernah
terpenuhi. (4) Angan-angan yang tidak pernah tercapai.
Semangat
berqurban hendaknya mewujudkan kepatuhan yang utuh, di luar ukuran rasional.
Apabila Nabi Ibrahim a.s. menggunakan nalar, rasio dan logika, beliau tidak
akan melaksanakan qurban. Nabi Isma’il pun tidak akan menyerahkan dirinya untuk
menjadi qurban, apabila menggunakan nalarnya. Mari kita bayangkan, sekiranya
Isma’il benar-benar terbunuh dengan pisau di tangan ayahnya sendiri? Bagaimana?
Kalaulah
bukan karena kekuasaan Allah, perkembangan dunia dewasa ini akan menjadi lain.
Mampukah kita benar-benar berqurban? Mari kita mulai dari diri kita sendiri.
Semangat
berqurban akan mewujudkan Mu’min yang berani menerima kenyataan. Janganlah kita
hanya senang menjadi penonton, sementara orang yang berani tampil menata
kehidupan selalu memperoleh cercaan, makian, dan cacian. Gambaran ini
dilukiskan pada permainan sepak bola. Sementara pemain basah kuyup berkeringat,
berjuang membela kehormatan kesebelasannya, sedang penonton berada di tempat
teduh menyoraki pemain yang dianggap tidak mampu bermain baik.
Semangat
berqurban seyogianya kita miliki bersama sehingga kita mampu menyusun bangunan
yang kokoh.
.... كَـاَنَّـهُـمْ بَنْيَانٌ مَرْ صُـوْ صٌ
....
....
mereka bagaikan suatu bangunan yang tersusun kokoh dan kuat
(Q.S. 61 Ash-Shaf : 4)
Janganlah
kesatuan itu seperti kesatuan penonton dan pemain sepak bola. Antara pemimpin
dan umat hendaknya seperti gula dan manisnya. Mari kita belajar dari kisah
Ibrahim dengan keluarganya, agar kita mampu merealisasikan tekad dan semangat
qurban di dalam kehidupan nyata, sebagai bangsa yang diridlai Allah swt.
الله اكبر
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Akhirnya
di saat kita me-Maha Besarkan Allah di pagi ini, mari kita ingat nasib umat
manusia lain yang sedang mendapat ujian dan cobaan dari Allah swt. semoga
mereka semua, keluarganya yang kena musibat, mendapat inayah dan lindungan
Allah swt.
Marilah
sejenak kita merundukkan kepala lebih mendekatkan diri kepada Allah swt.
memohon ampun atas segala kekhilafan yang terasa maupun tidak terasa. Sudah sepantasnya kita semua
pada hari ini, baik yang memimpin maupun
dipimpin, bertekad menyatukan diri dalam satu bangunan yang kokoh kuat
sesuai dengan Visi Misi Kabupaten Bandung : “Terwujudnya Kabupaten Bandung yang
Maju, Mandiri, dan Daya Saing melalui Tata Kelola Pemerintah Yang Baik, dan
Permantapan Pembangunan Perdesaan Berlandaskan Religius, Kultural, dan
Berwawasan Lingkungan” sejalan dengan moto “Sabilulungan Raksa Desa”.
MARILAH
KITA BERDOA
Allahumma..
Ya Allah, kami datang ke tempat terbuka ini semata-mata memenuhi panggilan-Mu
untuk memohon rahmat dan berkah-Mu, untuk memohon ampunan dan cinta kasih-Mu
demi Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bandung Yang Repeh Rapih Kerta Raharja Menuju
Kabupaten Bandung Yang Marhamah Di Bawah Naungan Rahmat Dan Ridho-Mu.
Ya
Allah Maha Ghafur. Ampunilah kami, ampunilah ibu bapak kami, ampunilah
guru-guru kami. Kami jadi saksi bahwa mereka pantas mendapat ampunan-Mu,
lantaran mereka telah mengurbankan segala-galanya dalam mengantarkan kami
kepada Islam.
Allahumma
Rabbana.... berikanlah kepada kami kemampuan mendidik generasi muda supaya
mereka berkembang sesuai fitrah kemanusiaannya. Janganlah Engkau jadikan kami,
sebagai orang tua yang mengantarkan generasi muda pada cara berfikir dan
berperilaku menentang fitrah keagamaannya.
Allahumma
Rabbana..... Mantapkan jati diri kami
dan suburkanlah semangan berqurban pada darah daging kami. Semarakkan semangat pengabdian
pada segala pikiran dan perilaku kami, agar pembangunan negeri ini berhasil
dengan ridla-Mu, agar Islam jaya membawa berkah dan rahmat bagi negeri ini.
Ya
Rabbana, Ya Aziz. Berilah hidayah dan taufiq pada pimpinan negara dan
masyarakat kami. Bila mereka lemah,
kuatkanlah. Bila mereka keliru, luruskanlah. Bila mereka kurang, tambahilah.
Mereka adalah manusia-manusia biasa yang mungkin keliru dan khilaf.
Allahumma
Rabbana... Cucurkanlah rahmat dan berkah buat anak cucu kami, agar mereka mampu
memilih nilai Illahi dalah hidupnya, agar tidak tergoda semaraknya nafsu, agar
tidak tergiur cumbu rayu dan agar hidupnya bahagia dunia akhirat.
Ya
Allah, jadikanlah negara Republik Indonesia tetap utuh, aman dan tentram. Kokoh
kuatkan pimpinan bangsa kami. Jauhkanlah rakyatnya dari berbagai derita serta
limpahkanlah karunia agar mereka pun tetap taat kepada-Mu.
رَبَّنَا لاَتُوْ اَخِدْنَا اِنْ
نَسِيْنَا اَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْاَ اِصْرً كَمَا
حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ
طَا قَةَلَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَاانْتَ مَوْلنَـــــا
فَانْصُرْنَاعَلَى اْلقَوْمِ اْلكَفِرِيْنَ.
Ya
Allah. Janganlah Engkau menyiksa kami sekiranya kami keliru atau lupa. Ya
Allah. Janganlah Engkau membebani kami sebagaimana membebani orang-orang
sebelum kami. Ya Rabbana. Janganlah Engkau membebani kami yang kami tidak mampu
memikulnya. Ampunilah kami ya Allah, leburkanlah dosa-dosa kami. Rahmatilah
kami. Engkaulah ya Allah yang mengurusi dan mengatur kami. Tolonglah kami ya
Allah untuk mengalahkan kaum kafir.
Allahumma
ya Allah... Kami datang dan bersujud di Hadapan-Mu hanya semata memenuhi
panggilan-Mu. Kabulkanlah do’a dan harapan kami. Amiin..
الله اكبر
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Demikian
pesan Allah, Idul Qurban/Adha yang penuh makna.
·
Sebuah pesan yang seolah mendekonstruksikan
qurban dari sekedar ibadah ritual dan fisik ke jantung hakikat dan ruhaniyah.
·
Menyembelih hewan qurban seperti unta, kambing,
sapi, kerbau, dan sebagainya, sekedar kegiatan rutin tanpa makna yang
substansial dan fungsional bagi kehidupan.
·
Mampu membeli hewan qurban, tetapi tak berniat
dan berikhtiar untuk berqurban.
·
Apalah arti seekor kambing atau hewan lain yang
setara lainnya manakala dibandingkan dengan pengorbanan jiwa yang nyaris
dilakukan dua Nabiyullah Ibrahim a.s. dan putera tercintanya Isma’il a.s. di
masa lalu yang menjadi teladan dari ritual ibadah qurban.
·
Pada hakekatnya terhadap substansi yang
mendalam, yaitu pancaran jiwa Taqwa atau Ketaqwaan.
·
Ritual luasnya memang hewan qurban memiliki
kandungan isinya ialah ketaqwaan itulah hakekat ibadah qurban.
·
Setiap muslim diuji seberapa takwanya kepada
Allah dengan mengorbankan harta yang dilambangkan dalam seekor hewan qurban.
·
Di situlah hewan qurban sebagai representasi
dari perhiasan duniawi yang sering memenjarakan manusia yang terlena olehnya.
Manusia
kemudian terpenjara oleh harta duniawi bahkan diperbudak olehnya, lebih jauh
lagi mendewakan atau menuhankan duniawi