Oleh : KH. Anwar Saipuddin Kamil
Gema Takbir dan Tahmid telah
berkumandang, menggetarkan alam raya dan jagat semesta. Hari yang dinanti-nanti
telah tiba. Tiada kebahagian yang tercurah dalam hati, kecuali menanti saat
yang fitri. Hari raya yang sekarang kita berkumpul, bersua dan bertatap
mata, manpu menyiram dahaga perjalanan
suci ibadah shaum kita. Memberi cahaya akan datangnya lembaran baru kehidupan
setelah sebulan lamanya kita haus dahaga, ditempa dalam perjuangan memerangi
nafsu angkara yang senantiasa membelenggu manusia.
|
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ ِصيَامِهِ اِلاَّاْلجُوْعُ
وَاْلعَطْشُ
Artinya : “Tidak sedikit orang yang
berpuasa, akan tetapi tiada yang didapatkan dari ibadah puasanya, kecuali hanya
lapar dan dahaga”.
Sungguh sia-sia karena tiada pahala yang
didapat, kecuali lapar dahaga semata, padahal kita sangat membutuhkan pahala di
akhirat kelak.
Hadirin Jama’ah ‘Id
Rahimakumullah
Semoga ibadah shaum kita dapat melecut
jiwa kita menjadi pribadi-pribadi yang benar-benar takwa kepada Allah SWT,
menjadikan kita insan-insan yang berguna bagi diri sendiri, keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai mana Allah SWT berfirman :
ياايهاالدين امنواكتب عليكم الصيام كما كتب على
الذين من قبلكم لعلكم تتقون (البقرة : ١٨۳ )
Artinya : “Wahai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa, sebagaimana kami wajibkan atas
umat sebelum kamu, agar kamu sekalian menjadi orang yang bertakwa”.
Tiada lain tujuan berpuasa, agar manusia
benar-benar beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Ketakwaan menjadi poin
penting titik keberangkatan kita dalam membangun jiwa dan pribadi yang lebih
baik, jiwa yang telah berharga di hadapan Allah SWT. Takwa menjadi jalan
terbukanya pintu behagia, dunia dan akhirat. Takwa menjadi prantara terwujudnya
masyarakat sejahtera. Takwa menjadi kencana yang akan menghantarkan kita dengan
selamat sentosa di hadapan Nya. Inilah inti dari tujuan ibadah puasa kita,
ketakwaan kita kepada Allah SWT.
Hadirin Jama’ah ‘Id
Rahimakumullah
Pada dasarnya semua manusia dalam
menjalani kehidupan ini ingin merasakan adanya letenangan, baik secara rohani
maupun jasmani, ketenangan lahir dan batin, suasana aman dan nyaman dan akhirnya
meraih kehidupan yang sejahtera dunia dan akhirat.
|
|
Hadirin Jama’ah ‘Id
Rahimakumullah
Sengaja ini semua khotib kemukakan,
tidaklah terbesit maksud menelanjangi aib sendiri, tapi mudah-mudahan jadi
bahan renungan kita semua, karena yang berhak menentukan kehidupab ini hanyalah
kita sendiri, bagaimana masyarakat Kabupaten Bandung bisa meju mandiri berdaya
saing, kalau yang ada hanyalah ketidak amanan, ketidak nyamanan, saling curiga,
saling denda diantara kita. Manusia hanya berpacu dengan melodi nafsunya, ingin
memenangkan pertempuran meraih sukses, bergelimang dunia harta dan harga, tidak
melihat lagi halal dan haram, hanyalah puncak keindahan yang jadi impian,
gersang terasa duinia ini, gerimis iman tidak lagi menyiram hati. Solusi yang
diberikan Allah sangat jelas, yaitu hiasilah prilaku kita dengan takwa yang
benar kepada Allah SWT. Shaum itulah yang didalamnya penuh dengan pendidikan dan pembelajaran moral
atau akhlak, untuk kembali ke jalan yang lurus, untuk memuai kebahagiaan dan
kesejahteraan yang hakiki di duina dan akhirat.
Allah SWT telah menjelaskan beberapa
ciri orang bertakwa, sebagaimana difirmankan dalam surat Ali Imran ayat 134 :
الذين ينفقون اموالهم في السراء والضراء والكاظمين
الغيظ والعافين عن الناس والله يحب المحسنين
Artinya : “Orang-orang yang bertakwa
yaitu mereka yang menafkahkan hartanya dalam keadaan lapang maupun sempit, dan
mereka yang bisa menahan marahnya, juga mereka yang pemaaf kepada sesamanya.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
Hadirin Jama’ah ‘Id
Rahimakumullah
Dalam ayat diatas, terdapat paling tidak
beberapa sifat orang yang bertakwa :
Pertama :
Sifat pemurah atau kedermawanan, suka
memberi, tidak sulit untuk mendermawankan hartanya, tidak segan mengulurkan
tangan untuk membantu orang lain, peduli pada sesama, seuka menolong baik
dengan harta, tenaga, ilmu atau lainnya. Tidak mementingkan diri sendiri dan
individualistik.
Kehidupan yang kita jalani bagaikan roda
yang berputar silih berganti. Kadang susah kadang senang, kadang sedih kadang
gembira, kadang mudah kadang sulit, kadang sehat kadang sakit, kadang berada
dalam kelapangan kadang berada dalam kesempitan. Demikian hukum alam senantiasa
mengaturnya. Tiada kesenangan yang abadi, pun kesedihan yang abadi. Semuanya,
tidak setatis berada dalam satu keadaan. Begitulah Allah yang maha suci telah
mengaturnya.
Bagi orang yang bertakwa, rasa
kepedulian terhadap sesama, sifat alturisme, telah tertanam kuat dalam jiwanya,
ingin segera membentu mereka yang kesulitan, yang membutuhkan uluran tangan,.
Tidak peduli dirinya sendiri dalam keadaan lapang ataupun sempit, semuanya
dilakukan dengan ikhlas, tanpa pamrik, demi menjalankan misi kemanusiannya yang
mulia, membantu sesama, dengan dorongan takwa.
Ada sebuah kisah terpuji yang
dicontohkan oleh Baginda Ali Karamallahu Wajhah. Beliau tidak segan dan merasa
malu menjadi buruh pengambil air seorang kaya yang tidak mengenal beliau, upah
yang diberikannya bagi orang miskin yang meminta bantuan dan pertolongan
beliau.
Sayyidina Abu Bakar RA, tidak sayang
mengeluarkan hartanya hingga habis demi memerdekakan budak, hamba sahaya,
orang-orang yang teraniaya sehingga meraka bebas dan mempunyai harkat dan
martabat seperti layaknya manusia.
Disekeliling kita, masih banyak mereka
yang kekurangan, kesulitan dan didera kemiskinan, baik sandang pangan maupun
papan. Mereka yang tertimpa musibah, yang semuanya memerlukan bantuan dan
uluran tangan para dermawan, kaum agniya, mereka yang berkecukupan dan
berkelapangan.
Semoga ibadah puasa yang telah kita
jalani, dapat mengasah rasa kepedulian sosial dari sisi kemanusiaan kita yang
terdalam. Bukan hanya memalui zakat fitrah, tapi keluar dari hati nurani yang
tulus ikhlas untuk saling mengasihi dan membantu sesama.
“Mereka yang welas asih dan
penyayang, dikasihi oleh Yang Maha Pengasih dan Penyayang”.
“Allah senantiasa membantu
hambanya, sepanjang mereka membantu sesamanya”.
Menjadi sesuatu hal yang mutlak dan tidk
dapat dipungkiri, bahwa kita senantiasa memerlukan pertolongan Allah dalam
segala hal. Marilah kita senantiasa membantu dan menolong sesama, agar Alalh
senantiasa membantu dan menolong kita. Tidak semuanya rizki yang kita peroleh,
keluar dari peluh dan kerja keras kita semata. Tapi disana, ada peluh dan
tenaga mereka yang turut andil membantu kita, termasuk Dhua’fa dan Fakir
Miskin.
Kedua,
Ciri orang yang bertakwa adalah mereka
yang mempunyai sifat dapat menahan marah. Rasa marah merupakan salah satu
Fitrah yang ada dalam diri kita, karena memang manusia dikaruniai potensi
Al-Ghadhbah (nafs al-ghadab), yang pada dasarnya berfungsi untuk mempertahankan
manusia dari ancaman. Hanya saja, sering tidak terkendali sehingga menjadi
sifat yang kurang baik bahkan tidak jarang menimbulkan kehancuran dalam
kehidupan. Rasa marah bisa menghancurkan hubungan persaudaran dan kekerabatan,
persahabatan, hubungan bertetangga, malah bisa menjadi menimbulkan hilangnya
nyawa, pun rusaknya harta benda.
Orang yang bertakwa, adalah orang yang
dapat menahan amarahnya dalam keadaan apapun. Bukannya sama sekali tidak
mempunyai rasa marah, tetapi rasa marahnya dikendalikan, dihindari sehingga
tidak menimbulkan kehancuran, sebaliknya mewujudkan keselamatan dan
kebahagiaan.
Ada sebuah hadits :
عن أبي الدرداء رضي الله عنه, قال : قال رجل لرسول
الله صلى الله عليه وسلم, دلّني على عمل يدخلنى الجنّة ؟ قال رسول الله (لاتغضب
ولك الجنّة) رواه الطبرنى باسنادين احد
هما صحيح
“Ada seorang lelaki berkata
kepada Rasulullah SAW : “tunjukanlah kepadaku sebuah amal yang dapat menjadikan
masuk surga. Rasul menjawan : “jangan marah, kamu pasti masuk surga”” (HR Imam
Thabrani dalam dua sanad, salah satunya sanad yang sahih).
Hadirin Jama’ah ‘Id
Rahimakumullah
Suatu saat, Sayidina Abu Bakar dimarahi
orang lain dihadapan Rasulullah SAW. Beliau diam saja tidak menjawab dan
berkata apapun. Akan tetapi, lama kelamaan Abu Bakar berbalik menjadi marah.
Rasul menertawakannya, Abu Bakar pun bertanya kepada Baginda Rasul
menertawakannya. Rasul menjawab, katanya : Lucu, setan yang tadi telah lari,
mendatangimu kembali.
Semoga ibadah puasa kita menjadi
penghalang munculnya amarah yang dapat menghancurkan dan mencelakakan kita,
duina dan akhirat.
Baginda Rasulullah SAW, suka marah.
Tetapi marahnnya, hanya karena Allah semata, tidak pernah Rasul marah karena
hal apapun selain Allah SWT, apalagi marah yang didorong oleh hawa napsu
sebagaimana kita. Sering kali rasa marah kita didorong karena uang, harta,
pangkat dan jabatan, kedudukan, harga diri ataupun hal lain yang sifatnya
duniawi semata. Sedangkan dorongan yang sifatnya Ukhrawi, seringkali dibiarkan,
jangankan marah, bahkan tidak ambil peduli sama sekali.
Bertolak belakang dengan sifat yang
dicontohkan Rasulullah SAW. Padahal, Rasul bersabda :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم, مَاالدُّنْيَا فِى
اْلاَخِرَةِ اِلاَّكَمَا يَجْعَلُ اَحَدُكُمْ اُصْبُعَهُ هَذِهِ فِى اْليَمِّ
“Dunia dan segala kenikmatannya,
dibandingkan dengan kenikmatan akhirat, ibarat kita mencelupkan ujung jari di
samudra yang maha luas”.
Dunia yang bagi kita merasa
segala-galanya, ternyata tidak ada artinya sama sekali. Marilah hadits Nabi ini
kita renungkan bersama..!
Ketiga,
والعافين عن الناس
Sifat orang yang bertakwa adalah
pemaaf.
Sikap pemaaf, adalah sikap terpuji yang
menjadi hiasan bagi orang-orang yang bertakwa. Kita sebagai manusia biasa,
tidak luput dari dosa dan kesalahan, disengaja ataupun tidak. Hanya para Nabi
dan Rasul dima’shum, dijaga dari berbuat dosa atau kesalahan. Sehingga ada
pribahasa yang mengatakan : “manusia, tempatnya Khilaf dan salah”.
Orang yang bertakwa, harus dapat
menanamkan dalam dirinya sikap saling memaafkan. Apabila merasa salah, segera
minta maaf. Atau apabila ada orang lain yang berbuat salah, segeralah berlapang
dada untuk memaafkan, baik diminta ataupun tidak.
Orang bilang, minta maaf itu mudah, tetapi
memaafkan sangatlah sulit. Banyak pertimbangan : untung ruginya, harga diri,
dsb. Rasulullah SAW mencontohkan sifat
ini dalam hadits yang diriwayatkan oleh Annas bin Malik RA :
|
Orang yang minta maaf dengan ikhlas,
terlepas dari dosanya. Apabila tidak memaafkan justru menjadi dosa. Puasa yang
baru saja usai kita jalani, harus memberikan warna bagi kita untuk menjadi
orang yang pemaaf, sabar dan tidak menurutkan hawa nafsu amarah. Saling
memaafkan antar sesama, demi membangun masyarakat Bandung anu Repeh Rapih
Kerta Raharja, Runtut Raut Sabilulungan, Teu Pakia-kia, Aing-aingan,
Babareungan Sauyunan, ada dalam Ridlo Allah SWT. Amin.
Bulan Ramadhan telah berlalu, bulan
Syawal dan berikutnya terhampar didepan kita. Mari kita sambut dengan semangat
baru, jiwa yang bersih. Kita ukir dengan akhlakul karimah, sopan dalam ucap,
santun dalam laku, ramah terhadap sesama. Marilah kita saling memaafkan. Semoga
Allah mengampuni segala dosa yang selama ini membelenggu diri dan jiwa kita.
Hadirin, Jama’ah ‘Id yang
mengharapkan Ridla Allah SWT !
Mari kita bangun Akhlakul Karimah,
dibarengi dengan iman yang kuat dan kokoh moral Unggut kalinduan moal gedag
akaanginan, meskipun keadaan zaman telah berubah. Zaman dimana semuanya
telah karut marut digerus arus duniawi yang deras. Zaman, dimana manusia
sudah tidak malau lagi berbuat dosa. Naudzubillah. Tidak takut ancaman dan
hukuman, malah menantang Adzab Tuhan! Agama hanya sekedar hiasan, polesan.
Prilaku seperti orang-orang jahiliyah. Padahal, semuanya akan dipertanggung
jawabkan dihadapan Nya, baik saat ini didunia, apalagi nanti diakhirat.
Rasulullah bersabda yang artinya :
“Rasulullah SAW ditanya oleh
sahabat : apakah akan dihancurkan suatu tempat yang di dalamnya terdapat
orang-orang yang shalih?” Rasul menjawab : “ya”. “Apa sebabnya Rasul?” “sebab
menghina dan menyepelekan perintah Allah, tidak peduli dan membiarkan manusia
berbuat dosa”.
Marilah kita jadikan puasa sebagai
momentum untuk membangun kesadaran kita, membangun jiwa dan pribadi kita,
sehingga menjadi orang-orang yang bertakwa kepada Allah SWT.
Bismillah Tawakaltu ‘Alalloh, La Hawula
Wa La Quwwata Illa Billah. Ya Allah! Hanya kepadamulah kami memohon ampunan
atas segala dosa dan kesalahan kami, Ibu Bapak Kami, berserta para peminpin
kami. Berilah kami Hidayah dan Taufiq Mu, agar kami dapat melangkah dalam Ridla-Mu!
Tunjukanlah kepada kami jalan yang lurus, jalan menuju Surga-Mu Ya Allah ! Amin
Ya Rabbal ‘Alamiin.
Soreang, 1
Syawwal 1432 H
31 Agustus 2011 M