MASJID AGUNG AL-FATHU KABUPATEN BANDUNG




TEKS KHUTBAH ‘IDUL ADHA 1432 H/2011 M
Judul                 : Perjuangan dan Pengorbanan adalah kuncinya keberhasilan
Oleh                  : Drs. KH. Yayan Hasuna Hudaya, M.M.Pd

 Marilah kita sama-sama memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Alloh SWT, karena itu pada pagi yang berbahagia ini kita masih diberikan kesempatan dalam keadaan sehat wal’afiyat untuk merayakan dan mengagungkan Hari Raya Qurban. Sekaligus kita juga bersyukur karena banyak diantara saudara-saudara kita yang menunaikan Ibadah Haji tahun ini dan kita do’akan semoga mereka yang sedang berada ditanah suci mendapat bimbingan Alloh SWT, sehingga mampu melaksanakan Ibadah Haji dengan sebaik-baiknya dan dapat kembali pulang ke kampung halaman masing-masing dengan selamat menjadi Haji Mamrur.
Hadirin jema’ah ‘Idul Adha Rohimakumulloh
Pada pagi ini segenap kaum muslimin seantero jagat raya, bersimpuh peluh, bergelora dalam kehangatan jiwa, mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid, mengagungkan dan memuja Asma Alloh SWT. Takbir, Tahlil, Tahmid dan Talbiyah yang bergelora didalam jiwa, membahana membelah buana marcapada, merupakan refleksi dari keheningan hati dan kesyahduan qolbu para pecinta Ilahi dalam me-Maha besar-Kan Alloh dan mengecilkan segala sesuatu selain Alloh SWT.
Allohuakbar 3 x
Hadirin jema’ah ‘Idul Adha Rohimakumulloh
Hari ini dimanakan hari Raya ‘Idul Adha. ‘Id artinya kembali, sedangkan Adha artinya menyembelih. Secara seubtantif menurut seorang filosof dan pemikir terkemuka dari ranah Persia, ‘Id Adha merupakan momentum bersejarah yang kaya akan nilai-nilai transendensi (nilai ketuhanan) dan nilai-nilai humanisasi (nilai-nilai kemanusiaan) yang harus di rediscovery (digali ulang) guna mengentaskan derita panjang yang dialami oleh umat manusia saat ini.
Hadirin, derita panjang yang dialami umat manusia saat ini, termasuk kita Umat Islam Indonesia adalah keringnya hati nurani dari nilai-nilai ilahiyah dan nilai-nilai insaniyah, sehingga manusia menjadi ba’idun minalloh wa bai’dun minannas, jauh dar Alloh dan jauh dari manusia. Jika demikian apa yang harus kita lakukan?
Salah satu upaya mendekatkan diri kepada Alloh dan sesama manusia adalah dengan mengamalkan dua (2) makna esensial dari peristiwa ‘Idul Adha,  yaitu ‘Idul Adha sebagai esensi hari raya Haji dan ‘Idul Adha sebagai esensi hari raya Qurban. Sebab antara kedua esensi itu, memiliki orientasi developmentalisme private morality/ pembangunan kesalehan individu dan orientasi developmentalisme public morality/pembangunan kesalehan sosial.
Kesalehan individu dalam pelaksanaan ibadah haji, tercermin dari serangkaian tangga rutinitas yang harus ditempuh oleh para hujaj dari mulai memasuki tanah haram sampai meninggalkannya. Sedangkan kesalehan sosial dalam pelaksanaan ibadah qurban, tercermin dari keikhlasan, keimanan dan ketaqwaan untuk berqurban dengan seekor binatang. Sebab pada dasarnya qurban merupakan pengujian terhadap ketaatan dan ketaqwaan kita kepada Alloh SWT. Sebagaimana QS. Al-Hajj Ayat 37 :
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمۡ لِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٣٧
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Allohuakbar 3 x
Hadirin jema’ah ‘Idul Adha Rohimakumulloh
Dalam khazanah disiplin ilmu keislaman ditemukan, bahwa Ibadah Haji dan Qurban sebegai esensi ‘Idul Adha merupakan millah Nabiyulloh Ibrahim AS hal ini sejalan dialog Rasululloh SAW beserta para sahabatnya, yang dinukil oleh Syaukani dalam kitab Nailul Authar : tatkala para sahabat bertanya :
“wahai rasulilloh apakah adhahy itu? Rasululloh menjawab : ‘Idul Adha itu adalah sunnah ayahmu Ibrahim.
Dengan demikian memperingati dan merayakan hari raya ‘Idul Adha tak bisa lepas dari mengenang history Nabi Ibrahim AS yang harus kita jadikan Frame of Reference (kerangka acuan) dan Field of Exferience (krangka pengalaman) dalam kehidupan kita saat ini. Sebab history the firs and the best teacher (sejarah adalah guru pertama dan utama).
Allohuakbar 3 x
Hadirin jema’ah ‘Idul Adha Rohimakumulloh
 Nabi Ibrahim AS adalah sosok menusia paripurna. Ia adalah uswah al-hasanah bagi generasi muda, contoh terbaik bagi setiap orang tua dan teladan bagi pemimpin bangsa. Sebab uswah al-hasanah bagi generasi muda, Ibrahim adalah sosok pemuda kritis dan dinamis yang memiliki tiga kecerdasan, yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan sepiritual. Sebagai pemuda yang memiliki kecerdasan intelektual, seluruh waktunya ia habiskan  mencari Alloh dan mengkritisi segala realitas disekelilingnya yang diselimuti kemusyrikan. Sebagai pemuda yang memiliki kecerdasan emosional, Ibrahim cerdik dalam menghadapi kezaliman Raja Namrud sebagai tantangan dakwahnya. Sedangkan sebagai pemuda yang memiliki kecerdasan spiritual, seluruh hidupnya ia habiskan untuk mengabdi dan mencintai Alloh. Karena itu Ibrahim diberi gelar kehormatan oleh Alloh sebagai Khalilulloh (kekasih Alloh).
Allohuakbar 3 x
Hadirin jema’ah ‘Idul Adha Rohimakumulloh.
Hadirin, terutama para pemuda, figur pemuda seperti Ibrahim inilah yang harus kita jadikan uswah dan qudwah dalam kehidupan, yakni pemuda yang bersikaf dinamis, berfikir akademis dan berjiwa kritis terhadap segala kemunkaran dan kedzaliman.
Kemudian Nabiyulloh Ibrahim AS disebut contoh terbaik bagi setiap orang tua, sebab beliau berhasil mendidik para puteranya sehingga menjadi anak yang saleh bahkan menjadi Nabi bagi kaumnya. Hal ini dijelaskan dalam surat Maryam ayat 49 :
فَلَمَّا ٱعۡتَزَلَهُمۡ وَمَا يَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَهَبۡنَا لَهُۥٓ إِسۡحَٰقَ وَيَعۡقُوبَۖ وَكُلّٗا جَعَلۡنَا نَبِيّٗا ٤٩
“Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya´qub. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi”
Menurut riwayat, ishaq yang kemudian melahirkan Yakub merupakan anak dari perkawinannya dengan Syaidatina Sarah RA sedangkan dalam surat Ash-Shafat ayat 101, Alloh menjelaskan :
 فَبَشَّرۡنَٰهُ بِغُلَٰمٍ حَلِيمٖ ١٠١
“Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.”
Maksud kalimat ghulaamun haliim, anak yang amat sabar pada ayat tersebut adalah Ismail AS sebagai buah perkawinannya dengan Sayidatina Hajar RA. Diantara kesabaran Ismail AS bila kita mengkaji ulang sejarah bahwa peristiwa Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS inilah muncul adanya syari’at Qurban. Adapun kronologisnya peristiwa tersebut diriwayatkan bahwa pada saat itu setelah sang ayah dengan anak dan istrinya Siti Hajar RA berpisal selama sembilan tahun, betapa dekat dan mesranya pertemuan kembali antara Nabi Ibrahim AS dan puteranya Ismail. Dengan di iringi air mata istrinya Syaidatina Siti Hajar, Nabi Ibrahim AS tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya berkumpul dengan kelauarga di tanah Haram.
Alangkah eratnya dalam perjumpaan yang mengharukan itu setelah menanggung rindu bertahun-tahun. Namun bertapa terkejutnya Nabi Ibrahim AS ketika pada malam pertama, beliau bermimpi dan mendengar suara ghaib ‘Uufi Binadzarika’ (tunaikanlah Nadzarmu). Begitu terjaga apakah mimpi itu dari Alloh SWT atau dari syetan ?. Ibrahim AS bertanya-tanya, berfikir dan mencari kesimpulan tentang kebenaran mimpi itu atau sekedar kembang tidur saja. Oleh karen itu,  malam tersebut dinamakan malam Tarwiyah yang jatuh pada tanggal 8 Dzjulhijjah. Esok malamnya, setelah sepanjang hari Ibrahim berada dalam kebingungan, beliau bermimpi kembali mendengar suara ghaib yang sama isi perintah yang pertama, ‘Uufi Binadzarika’ (tunaikanlah Nadzarmu).
Kini yakinlah Nabi Ibrahim AS bahwa mimpi tersebut benar datangnya dari Alloh SWT. Itulah sebabnya hari kedua dinamakan hari ‘Arafah dan jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah. Tapi beliau belum tahu apakah yang dimaksud dengan Nadzar itu ! Nadzar yang mana ? sekilas nabi Ibrahim AS terkanang akan peristiwa beberapa tahun  ketika beliau belum mempunyai anak dalam usia yang sudah tua renta. Nabi Ibrahim AS sering memotong hewan untuk di sadaqohkan ke fakir miskin. Para malaikatpun kagum akan keikhlasannya, kemudian Ibdahim berkata :
“apa artinya hanya sekedar domba 1.000 ekor dan lembu 500 ekor, malahan kalau perlu seandainya punya anak pun bahkan kuserahkan dengan ikhlas jika Alloh yang memerintahkannya.”
Mungkin Nadzar inilah yang dimaksud Alloh dalam mimpinya. Jawabannya diperoleh dengan pasti pada malam 10 Dzulhijjah manakala mimpi itu dialami kembali, dan dengan jelas Alloh memerintahkan kepadanya untuk menyembelih anaknya sendiri Ismail AS.
Dapat dibayangkan bertapa bingung dan sedihnya Nabi Ibrahim AS. Sepanjang hari Nabi Ibrahim AS termenung dan berwajah murung, dalam jiwanya bertempur dua perasaan, perasaan dan naluri seorang ayah yang sangat mencintai anak yang didambakannya itu dan perasaan seorang hamba Alloh yang harus taat menjalankan perintahnya. Dalam situasi konflik yang rumit itu, akhirnya nabi Ibrahim AS memberanikan diri untuk menyampaikan peristiwa tersebut kepada buah hatinya Ismail AS bagaimana tanggapannya terhadap ujian Alloh yang maha berat ini. Percakapan ayah dan anak itu dilukiskan dalam Al-Qur’an surat Ash-Safat ayat 102 :
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٠٢
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
Ismail menjawab :
“ Hai  bapaku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Isya Alloh akan mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar.”
Dalam keadaan haru, Ismail meminta supaya ayahnya jangan bimbang melaksanakan perintah Ilahi untuk menyembelih lehernya sendiri. Namun demikian, dalam suatu riwayat Nabi Ismail mengajukan empat (4) permohonan kepada ayahnya, yaitu :
  1. Supaya pisau untuk penyembelihan itu diasah dulu supaya tajam agar peroses penyembelihannya bisa lancar;
  2. Agar badannya diikat supaya tidak meronta-ronta waktu disembelih;
  3. Agar mukanya ditutup dengan kain supaya ayahnya tidak melihat wajahnya ketika disembelih, yang dapat menimbulkan kebingunan baginya;
  4. Agar baju yang dipakainya di berikan kepada ibunya sebagai kenang-kenangan.
Nabi Ibrahim AS melaksanakan perintah Alloh SWT dan usulan Ismail AS tersebut. Nabi Ibrahim AS mencium kening anaknya, kemudian direbahkan badannya dengan mengucapkan syahadat dan bismilla allohu akbar, pisau yang tajam tersebut dipenggalkan pada lehernya, maka terpancarlah darah ke muka Nabi Ibrahim AS, bergetarlah badannya, setetes demi setets air mata membasahi kedua pipinya, terbayang kepala anaknya telah terpisah dari tubuhnya. Namun dengan kebesaran dan kehendaknya, alangkah terkejut dan bercampur gembira ketika kain penutup matanya dibuka, ternyata yang disembelih tersebut bukan anaknya tapi seekor Qibas (domba) yang sangat gemuk. Pada saat itu ayah dan anak kembali saling memandang kaget dan takjub, tetapi sama-sama diliputi rasa syukur yang mendalam. Sebagaimana QS. Ash-Safat ayat 103-107 :
فَلَمَّآ أَسۡلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلۡجَبِينِ ١٠٣  وَنَٰدَيۡنَٰهُ أَن يَٰٓإِبۡرَٰهِيمُ ١٠٤ قَدۡ صَدَّقۡتَ ٱلرُّءۡيَآۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجۡزِي ٱلۡمُحۡسِنِينَ ١٠٥ إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ ١٠٦  وَفَدَيۡنَٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيمٖ ١٠٧
“103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya)
104. Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim
105. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik
106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata
107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
Maha terpuji Alloh dengan segala kebesarannya. Dari sekelumit peristiwa ini, lahirlah kewajiban melaksanakan ibadah Qurban bagi umat Islam untuk melestarikan renungan peristiwa itu guna mencapai cita-cita kebahagiaan pada setiap zaman. Dari ketulusan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS yang mewakili kaum tua dan generasi muda serta dari kepasrahan Syaidatina Siti Hajar RA melambangkan citra dan cinta murni kaum wanita, akhirnya terpancarlah betapa dari ketulusan itu terbentang rahmat dan karunia abadi bagi kehidupan yang sejahtera.
Memotong hewan qurban setelah shalat ‘Idul Adha sampai hari Tasyrik adalah lambang pengabdian dan kepatuhan untuk melaksanakan sebagian amal sholeh yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Kita katakan melaksanakan Qurban adalah sebagai salah satu bagian dari amal shaleh, karena kita dianjurkan beramal dan berqurban tidak hanya pada hari raya ‘Idul Adha saja, tetapi dilanjutkan pada hari-hari lain. Bagi mereka yang berkecukupan dan mempunyai rezeki yang melimpah ruah, tidak terlepas tanggung jawab untuk memberikan pengorbanan dengan hartanya bagi bangsa dan negara dalam bentuk ikut serta menanggulang kesulitan fakir miskin, yatim piyatu, anak terlantar, putus sekolah dan lain-lain yang memerlukan uluran tangan.
Melaksankan Ibadah Qurban dapat dilihat memiliki fungsi :
Dalam rangka mengurangi jurang pemisah dan kesenggangan antara kalangan yang mampu dengan yang kekurangan. Dengan demikian orang yang tidak mampu merasa bahwa keprihatinan mereka ikut diperhatikan, dengan cara ini akan menguirangi kecemburuan sosial yang akan mengajibatkan gejolak sosial khususnya di Kabupaten Bandung dengan visinya yang tepat dan akurat, dengan dilandasi religius, kultur  dan berwawasan lingkungan dalam bingkai sabilulungan kita harapkan menjadi masyarakat ayem trentem tepeh rapih kerta raharja, masyarakat sejahtera lahir dan batin, bisa saling menolong, membantu, saling menyayangi dan mengayomi dengan terrealisasinya empat pilar penyngga negara yaitu :
  1. Dengan dukungan/partisipasi ulama melalui ilmunya;
  2. Dengan adilnya para umaro/penguasa;
  3. Dengan dermawannya para aghniya;
  4. Dengan do’a/kesabaran serta kesadaran para fuqara;
Marilah kita laksanakan amal shaleh ini dengan diberengi kesadaran dan keikhlasan karena amal yang disertai keikhlasan yang akan diterima Alloh SWT. Semoga amal ibadah kita menjadi sebab kita mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Related Post :